Oleh: Tubagus Wahyudi (Mahaswa Ilmu Hukum, Universitas Pamulang, PSDKU Serang,)
Serang Redaksinews.info | Research Integrity Risk Index (RI²) kembali membuka mata publik tentang kondisi riset di Indonesia. Indeks yang dikembangkan oleh Prof. Lokman Meho dari American University of Beirut ini dirancang untuk mengukur risiko integritas riset perguruan tinggi berdasarkan dua indikator utama:
- R Rate, jumlah artikel yang ditarik (retracted) per 1.000 publikasi,
- D Rate, persentase artikel yang terbit di jurnal yang kemudian dihapus dari basis data Scopus atau Web of Science karena tidak memenuhi standar.
Kombinasi keduanya menghasilkan skor 0–1. Semakin tinggi skor, semakin tinggi pula risiko pelanggaran integritas riset.
Kampus Besar Masuk Zona Risiko

Hasilnya mencengangkan. Bina Nusantara University (Binus) tercatat di peringkat 11 dunia dengan skor 0,609 tertinggi di Indonesia. Universitas Airlangga menyusul di posisi 40 dengan skor 0,414, Universitas Sumatera Utara di 49 (0,400), Universitas Hasanuddin di 69 (0,349), serta Universitas Sebelas Maret di 86 (0,317). Kelima kampus ini masuk kategori Red Flag. Tiga kampus lain Universitas Diponegoro, Universitas Brawijaya, dan Universitas Padjadjaran berada di kategori High Risk. Bahkan universitas yang kerap digadang sebagai kampus papan atas, seperti Universitas Indonesia, Institut Teknologi Bandung, Institut Pertanian Bogor, dan Universitas Gadjah Mada, masuk dalam Watch List atau zona pengawasan. (Lihat: University World News)
Obsesi Publikasi, Lupa Integritas
Sebagai mahasiswa, saya melihat fenomena ini sebagai bukti bahwa kampus di Indonesia semakin terjebak dalam obsesi kuantitas publikasi. Artikel ilmiah diproduksi massal demi akreditasi, peringkat QS, atau sekadar memenuhi target kinerja dosen.
Pertanyaannya, apakah ribuan publikasi itu benar-benar lahir dari riset yang berkualitas? Atau jangan-jangan sebagian besar hanyalah produk “pabrik artikel” dan kolaborasi artifisial yang minim substansi?
Universitas Pamulang Sudah Mengantisipasi
Berbeda dengan kampus besar yang kini tercatat dalam zona risiko RI², Universitas Pamulang (Unpam) justru sudah sejak lama menyadari bahaya jebakan kuantitas riset. Pihak kampus menekankan pentingnya integritas dan kebermanfaatan penelitian, bukan sekadar angka publikasi.
Strategi yang ditempuh antara lain:
- Mengutamakan etika riset dalam kurikulum, agar mahasiswa dan dosen memahami standar internasional sejak awal.
- Mendorong penelitian berbasis kebutuhan masyarakat, bukan hanya berorientasi pada jurnal indeks Scopus.
- Membatasi publikasi di jurnal predator, dengan memberikan edukasi dan pendampingan.
Dengan pendekatan ini, Unpam berusaha agar budaya riset tetap sehat meski tidak berlomba-lomba mengejar ranking global.
Pandangan Mahasiswa Unpam Kampus Serang
Suara mahasiswa menjadi penting dalam isu ini. Seperti yang disampaikan Fauzi mahasiwa semester 7 Prodi Ilmu Hukum Universitas Pamulang, PSDKU Serang, yang menilai langkah Unpam cukup berbeda dibanding kampus besar lain:
“Kami di Unpam sudah diajarkan sejak awal bahwa riset bukan soal banyaknya publikasi, tapi soal manfaat nyata. Dosen selalu menekankan pentingnya etika riset, bahkan ketika kami menulis skripsi sederhana sekalipun. Mungkin itulah yang membedakan, Unpam tidak ingin kami sekadar jadi angka di tabel publikasi.”
Pernyataan Fauzi ini mencerminkan pandangan mahasiswa bahwa integritas riset adalah fondasi, bukan sekadar formalitas akademik.
Alarm, Bukan Tuduhan
RI² seharusnya dibaca sebagai alarm dini bagi kampus lain, bukan sekadar aib. Universitas yang mampu mengantisipasi sejak awal, seperti Unpam, bisa menjadi contoh bahwa membangun integritas riset lebih penting daripada mengejar ranking semu.