Jakarta, Redaksinews.info Kejaksaan Agung (Kejagung) menetapkan mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Nadiem Anwar Makarim, sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi pengadaan laptop Chromebook untuk Program Digitalisasi Pendidikan. Penetapan ini diumumkan secara resmi oleh Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung, Anang Supriatna, usai pemeriksaan ketiga terhadap Nadiem.
Tiga Kali Diperiksa Sebelum Jadi Tersangka
Sebelum ditetapkan sebagai tersangka, Nadiem telah menjalani tiga kali pemeriksaan sebagai saksi—masing-masing pada 23 Juni, 15 Juli, dan 4 September 2025. Ia juga telah dicegah ke luar negeri sejak Juni lalu untuk mendukung kelancaran proses penyidikan.
Kerugian Negara Hampir Rp 2 Triliun
Kejagung menyebutkan, proyek pengadaan laptop ini menimbulkan kerugian negara sebesar Rp 1,98 triliun. Angka ini berasal dari pemborosan pada perangkat lunak serta dugaan markup harga unit laptop.Tersangka Lain dan Skema Korupsi
Selain Nadiem, empat orang lain telah lebih dulu ditetapkan sebagai tersangka, termasuk mantan pejabat direktorat Kemendikbudristek dan seorang staf khusus menteri. Mereka diduga terlibat dalam perencanaan proyek sejak awal, termasuk dalam grup WhatsApp bernama “Mas Menteri Core Team”, yang disebut aktif sejak sebelum Nadiem resmi menjabat menteri.Pengadaan laptop senilai total hampir Rp 10 triliun ini dilakukan pada 2020–2022 dengan target distribusi ke sekolah-sekolah di wilayah 3T (terluar, tertinggal, dan terdepan). Nadiem disebut turut mengarahkan penggunaan sistem operasi Chrome OS, yang belakangan dianggap tidak sesuai dengan kebutuhan sekolah di daerah.
Pembelaan dari Pihak Nadiem
Melalui berbagai pernyataan, Nadiem membantah adanya pelanggaran. Ia menyatakan bahwa seluruh proses pengadaan telah mengikuti aturan, melibatkan pendampingan dari lembaga hukum seperti Jamdatun, BPKP, dan KPPU. Chromebook dipilih karena dianggap lebih murah dan aman untuk kebutuhan pendidikan.
Penyidikan Diperluas
Kejagung juga memperluas penyelidikan ke tingkat daerah, termasuk melalui Kejari Surabaya, untuk memastikan distribusi perangkat sesuai prosedur. Pemeriksaan lapangan terhadap berita acara serah terima di sejumlah sekolah pun dilakukan.
Proyek pengadaan tersebut berlangsung pada periode 2020 hingga 2022 dengan nilai anggaran mencapai hampir Rp 10 triliun. Berdasarkan hasil penyidikan, negara diperkirakan mengalami kerugian sekitar Rp 1,98 triliun akibat penggelembungan harga dan pemborosan dalam pengadaan perangkat lunak. (Red)