“Diduga Melanggar Tata Ruang, Proyek PT Mayora di Pandeglang Ancam Perizinan dan Alih Fungsi Lahan”

Spread the love

Pandeglang – Proyek pembangunan yang melibatkan PT Cipta Niaga Semesta untuk PT Mayora Tbk di Desa Cadasari, Kecamatan Cadasari, Kabupaten Pandeglang, kini tengah menjadi sorotan publik. Pasalnya, proyek ini diduga melanggar ketentuan dalam Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Pandeglang yang mengatur penggunaan lahan hingga tahun 2031. Lahan yang semula termasuk dalam Zona Pemukiman dan Zona Ketahanan Pangan, kini beralih fungsi menjadi kawasan pergudangan dan industri, yang seolah mengabaikan prinsip-prinsip perencanaan wilayah yang seharusnya dipatuhi.Apalagi, dengan disahkannya Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja, yang menguatkan kewajiban bagi pemerintah untuk memastikan kesesuaian kegiatan pembangunan dengan tata ruang yang telah ditentukan, masalah ini semakin kompleks. Peraturan Daerah Kabupaten Pandeglang Nomor 2 Tahun 2020 juga menegaskan bahwa setiap proyek yang berpotensi merusak struktur tata ruang harus melalui evaluasi yang mendalam. Namun, kenyataannya, sejumlah izin yang seharusnya mengikuti ketentuan zonasi dan tata ruang yang ada, diduga dikeluarkan tanpa proses evaluasi yang memadai.Pasal 37 ayat (7) dalam Undang-Undang tersebut secara jelas melarang penerbitan persetujuan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang (KKPR) yang bertentangan dengan RTRW yang telah disahkan. Meski proyek ini berpotensi melanggar aturan zonasi, Surat Keputusan (SK) Persetujuan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang tetap dikeluarkan tanpa memperhitungkan kerusakan terhadap struktur tata ruang yang ada. Selain itu, dokumen terkait lainnya, seperti Pertimbangan Teknis Pertanahan (PTP) dan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL), juga diragukan ketepatannya, karena ketidaksesuaian dalam penggunaan lahan yang dapat berdampak buruk bagi masyarakat yang mengandalkan kawasan tersebut untuk kebutuhan hidup mereka.Dokumen Andalalin (Analisis Dampak Lalu Lintas), yang menilai dampak lalu lintas dari proyek industri ini, juga dipertanyakan. Pembangunan besar-besaran tanpa disertai perencanaan infrastruktur jalan yang memadai dapat menyebabkan kemacetan dan kerusakan jalan yang belum diperhitungkan dengan serius.Tindakan ini menimbulkan kekhawatiran akan dampak jangka panjang terhadap lingkungan dan ketahanan pangan masyarakat. Cecep Solihin, Ketua JMB Provinsi Banten, menegaskan pentingnya evaluasi menyeluruh terhadap proyek ini. “Alih fungsi lahan yang tidak sesuai dengan RTRW dapat merusak ketahanan pangan dan mempengaruhi langsung kehidupan masyarakat yang bergantung pada tanah tersebut,” ujarnya.Cecep juga mengingatkan bahwa pembangunan harus memperhatikan prinsip keberlanjutan dan kepentingan umum. “Penerbitan izin yang melanggar ketentuan tata ruang berpotensi merusak ekosistem secara permanen dan mengganggu kehidupan masyarakat yang sudah terbiasa dengan zona pemukiman dan ketahanan pangan,” tambahnya. Seiring dengan meningkatnya protes dari masyarakat dan organisasi, tuntutan untuk melakukan peninjauan ulang terhadap proyek ini semakin kuat. Masyarakat dan aktivis lingkungan mendesak agar setiap proyek pembangunan memperhatikan prinsip keberlanjutan dan tidak merugikan hak-hak masyarakat serta kelestarian lingkungan.

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *